Manyura

 
Judul
Manyura (9797091155)
Pengarang
Yanusa Nugroho
Penerbit
Penerbit Buku Kompas (2004)

    Sebelum kita bicara lebih jauh tentang buku ini, akan saya paparkan beberapa fakta berikut ini :
1. Prabu Drestasrata adalah pewaris sah kerajaan Hastinapura
2. Karena Prabu Drestasrata buta, kuasa diserahkan kepada adiknya, Pandu Dewanata.
3. Pandu Dewanata meninggal dunia dan kerajaan kembali diserahkan ke tangan Prabu Drestasrata.
4. Baik Prabu Drestasrata dan Pandu Dewanata sama-sama sudah memiliki keturunan. Pandu memiliki anak-anak yang dikenal sebagai Pandawa dan Prabu Drestasrata memiliki anak yang dikenal dengan nama Kurawa.

    Pertanyaannya adalah setelah anak-anak itu dewasa dan berhak mewarisi kerajaan Hastinapura, siapa yang lebih berhak mewarisi kerajaan? Apakah Pandawa? Atau Kurawa? Yang jelas, Mahabarata berkata Pandawa yang lebih berhak dan Kurawa berusaha merebutnya dengan berbagai cara. Dan begitulah kemudian yang diterima masyarakat, bahwa Pandawa adalah pewaris yang sah dan innocent. Sebaliknya, Kurawa adalah pihak yang jahat dan bengis. Cerita ini kemudian mengilhami ditulisnya buku-buku lain dan cerita-cerita lain yang isi ceritanya kurang lebih sama. Kecuali buku ini, Manyura, melalui buku ini Yanusa Nugroho mencoba melawan arus dengan berkata, 'Pandawa tak selalu benar, dan Kurawa tak identik dengan salah'. Yanusa mengajak kita untuk melepas kacamata yang selama ini kita pakai untuk melihat Duryudana, bungsu  Kurawa sebagai sosok yang jahat, dan mengenakan kacamata yang lain agar kita bisa melihat sisi lain dari Duryudana.

    Duryudana adalah bungsu Kurawa. Sebagai saudara tertua, tanggung jawab adik-adik dan keluarganya kelak akan dipikulnya. Apakah berlebihan jika Duryudana khawatir jika tahta Hastinapura jatuh ke tangan Pandawa dan kemudian ia dan Kurawa tak mendapat apapun atau bahkan terusir dari Hastinapura? Apakah berlebihan jika Duryudana berharap bahwa adik-adiknya bisa hidup nyaman di Hastinapura? Lantas apakah menjadi salah Duryudana dan Kurawa apabila semenjak kecil, guru-guru dan tetua kerajaan selalu mengunggulkan Pandawa dibanding mereka?    Apakah salah Duryudana apabila kemudian timbul rasa cemburu karena tidak diperlakukan sama dan sederajat dengan Pandawa? Lalu coba lihat apa yang dilakukan Duryudana kepada Karna, anak kusir yang dihina oleh Arjuna di kompetisi memanah. Kemudian simpulkanlah, apakah Duryudana sejahat yang ada di benak kalian selama ini.

    Begitulah manusia, sejahat-jahatnya manusia, akan selalu ada kebaikan di dalamnya. Yang menjadi permasalahan adalah ketika masyarakat enggan melihat kebaikan-kebaikan kecil itu dan membesar-besarkan keburukannya. Begitupun sebaliknya, tak ada manusia tanpa cela. Sebaik-baiknya manusia, akan selalu ada sifat buruk yang mengikutinya. Namun adat kadang keterlaluan, Pandawa adalah manusia pilihan, dan dengan demikian tiada keburukan. Nyatanya? Tak selalu demikian. Lihatlah ketika Arjuna menghina Karna si anak kusir kuda dalam kompetisi memanah. Lihatlah tindakan tak adil Maha Guru Drona kepada Ekalaya hanya demi ambisinya kepada Arjuna. Lihatlah ketika Yudhistira terbuai oleh permainan judi, hingga istrinya dijadikan taruhan. Lihatlah Bhima yang dengan bengisnya meminum darah Suyudana di padang kurusetra. Dan Drupadi, permaisuri Pandawa, yang menyimpan dendam abadi kepada Kurawa dan menjadi cikal bakal terjadinya perang saudara terbesar, Bharata Yudha.

    Menurut saya, Manyura benar-benar novel antimainstream yang patut dibaca. Bukan agar Anda menjadi pembela Kurawa dan penghujat Pandawa. Melainkan agar mata kita terbuka dan bisa melihat dunia dari banyak sisi. Tak melulu terdoktrin oleh cerita masa lalu, tak melulu soal adat yang harus ini, harus itu, dan pasti begitu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5cm

Love and Life Chocolatos: Ayah, Mengapa Aku Berbeda

Kumpulan Cerpen Kompas 2012 : Laki-laki Pemanggul Goni