Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela



Judul
Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela
Pengarang
Tetsuko Kuroyanagi
Penerbit
Gramedia Pustaka Utama (2007)


Toto-Chan adalah buku yang sudah lama saya ingin baca, tapi terlupakan karena godaan buku lain. Dan akhirnya setelah sekian lama, ketika tak ada buku lain yang lebih menarik, ketika serial Diary si Bocah Tengil tak kunjung datang, ketika semua novel fantasi tampak membosankan, saya putuskan untuk beli dan baca buku ini.
Kaget adalah kesan pertama ketika saya menyelesaikan bab pertama buku ini. Gila, baru 2 lembar dan udah selesai bab pertamanya. Dan ketika baca bab kedua, kata gila terucap lagi. Dan ketika selesai di bab ketiga, saya menyadari bahwa bab yang pendek-pendek seperti ini justru membantu saya, yang jarang bisa duduk berjam-jam hanya untuk baca. Actually, ketika kita baca novel yang satu bab nya bisa puluhan halaman, kita dibuat dilema. Mau dikelarin, masih banyak banget. Mau ditunda, penasaran. So, bab yang pendek-pendek ini sangat membantu buat saya.
Toto-chan, atau judul aslinya "Gadis Cilik di Jendela" adalah buku yang menceritakan seorang gadis kecil, Toto-chan, yang memiliki tingkah sedikit antrimainstream sehingga harus dikeluarkan di hari-hari pertamanya di sekolah. Guru-guru Toto-chan kelabakan dan tidak sanggup menghadapi tingkah Toto-chan yang aneh-aneh. Membanting meja, mencoret-coret meja, sampai berdiri di pinggir jendela kelas dan ngobrol dengan pemain musik jalanan (baca : pengamen) di saat jam pelajaran. Hampir setiap hari dia dihukum berdiri di lorong, dan akhirnya dikeluarkan dari sekolah.
Well, sejujurnya saya pribadi mengerti keadaan Toto-chan. Toto-chan membuat saya kembali melihat diri saya di masa lalu. Rasa ingin tahu anak-anak, kadang memang membuat orang dewasa jengkel. Untungnya Toto-chan memiliki keluarga yang sangat mengerti keadaan anaknya, dan akhirnya memindahkan anaknya ke sekolah lain yang bisa menerimanya. Bukan dengan memarahi anaknya, karena kenakalan yang diperbuatnya. Catat.
Saya benar-benar tidak menduga, bahwa buku ini bakal sebegitu menariknya buat saya. Kalau Anda melihat, sesungguhnya tidak ada yang terlalu istimewa dari buku ini. Diksi yang digunakan bukan diksi-diksi dewa seperti pada novel-novel pada umumnya. Susunan kalimatnya standar bahkan sederhana, hingga hampir semua kalangan usia bisa menikmati buku ini. Ceritanya pun sederhana, menceritakan kehidupan Toto-chan yang sangat anak-anak, dengan keluarga yang sangat bijak, sekolah dan teman-teman yang menyenangkan, dan kepala sekolah yang brilian. Tapi di luar itu semua, saya menganggap buku ini punya dua kekuatan utama. Pertama, adalah cerita yang tulus. You know, ada pepatah bilang, 'Bicaralah dengan hati, maka hati pula yang akan mendengarnya'. Seperti itulah rasanya ketika saya membaca buku ini. Dan kekuatan yang kedua adalah pesan yang kuat. Ya, meskipun sederhana, tapi pesan yang disampaikan di buku ini sangat kuat. Bagaimana ibu Toto-chan mengajari bagaimana seharusnya menjadi seorang ibu yang alih-alih mengharuskan anaknya untuk berbuat ini itu, tapi membiarkan Toto-chan berkembang menjadi dirinya sendiri. Dan tentu saja, bagaimana seharusnya para pendidik bekerja, seperti yang dicontohkan Mr Kobayashi, kepala sekolah Tomoe, tempat Toto-chan belajar. Ya, para pendidik harus dan wajib membaca buku ini.
Sebenarnya, dari sepertiga pertama buku ini saya sudah bisa membaca bahwa tokoh utama buku ini bukan Toto-chan, seperti yang tertulis pada cover buku. Akan tetapi kepala sekolah lah, pemeran utamanya. Begitu banyak hal yang ditulis tentang kepala sekolah. Hingga akhirnya di bagian epilog, dugaan saya dibenarkan oleh penulis bahwa buku ini memang ingin menyampaikan bahwa 'Hai para pendidik, jadilah seperti Mr Kobayashi. Dialah contoh pendidik sejati. Mendidik dengan hati, bukan hanya dengan isi kepala Anda'.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5cm

The Man Who Loved Books Too Much

Kumpulan Cerpen Kompas 2012 : Laki-laki Pemanggul Goni